26 Juli 2021 - BY Admin

DP3AP2 DIY bersama Genre Gunungkidul melalui Zoom "Sinau bareng PIKR Memahami Konseling Sebaya"

Yogyakarta, DP3AP2 DIY (26/07/2021) – Setiap individu pasti memiliki permasalahan dalam hidupnya dan terkadang membutuhkan teman yang tidak hanya sekedar menjadi tempat bercerita. Mereka membutuhkan penerimaan, empati, dukungan serta masukan untuk menghadapi permasalahannya. Menurut laporan Globacon, 2018 salah satu permasalahan kesehatan reproduksi adalah dari sisi kejiwaan dimana 1 dari 5 remaja pernah dibully, 1 dari 20 remaja pernah merasa ingin bunuh diri, 1 dari 2 remaja merasa kesepian dan khawatir, 2 dari 3 remaja merasa orangtua tidak mengerti. Sedangkan menurut Riskesdas 2018 menyebutkan prevalensi gangguan mental emosional pada usia ≥ 15 tahun sebesar 9,8 %.

Peran peer counselor meskipun bukan dari ranah profesional, sumbangsihnya sangat membantu ketika ada permasalahan yang dihadapi oleh teman sebayanya, terutama remaja biasanya lebih nyaman dan lebih percaya ketika bercerita dengan teman sebayanya. Arti peer sendiri memiliki karakteristik yang sama seperti usia, jenis kelamin, sosial, lingkungan (sekolah, kelas, UKM dsb.), sedangkan counselor adalah seseorang yang menyediakan waktu untuk pelayanan konseling dengan memiliki kemampuan dan kompetensi tertentu. Peer counseling merupakan bantuan secara interpersonal yang diberikan non-professional bertujuan untuk membantu orang lain yang masih dibawah bimbingan professional.

Konseling sendiri memiliki definisi hubungan yang ditujukan untuk membantu, dimana individu mencari pertolongan dari individu lain yang terlatih bermaksud untuk memberikan pertolongan dalam setting yang memungkinkan terjadinya saling memberi dan menerima bantuan (Cormier & Hackney). Ada tiga tahapan konseling, pertama membangun hubungan yang baik yang bertujuan untuk membangun kepercayaan dan rasa aman (Building relationships), yang kedua kemampuan mendengarkan secara aktif, reflektif; mampu memantulkan apa yang dipikirkan, rasakan serta perilaku dari klien, klarifikasi; menanyakan kembali terkait pemahaman kita akan cerita dari klien, yang ketiga terminasi atau tahap mengakhiri konseling yang sudah disepakati terdiri dari, ringkasan cerita, durasi pertemuan dan pembahasan pertemuan berikutnya.

Teknik dasar yang harus dimiliki ketika melakukan konseling yaitu : Attending; Perilaku penerimaan terhadap klien yang mencakup komponen kontak mata, bahasa tubuh dan bahasa lisan, Empati: adalah kemampuan yang harus dimiliki seorang konselor untuk merasakan apa yang dirasakan klien (berjalan beriringan dengan attending), Refleksi: teknik memantulkan kembali tentang perasaan, pikiran dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non-verbalnya, Eksplorasi: teknik untuk menggali permasalahan melalui perasaan, pikiran dan pengalaman klien, Interpretasi: teknik untuk mengulas pikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan cara merujuk teori yang ada untuk menambahkan cara pandang, Paraphrasing: teknik untuk menyatakan kembali inti dari ungkapan yang disampaikan oleh klien dengan bahasa sendiri.

Etika ketika melakukan konseling, terkait dengan kerahasiaan, keterbukaan antara konselor dan klien, proposionalitas (dimana konselor bersikap sesuai proporsinya, tidak terlalu dalam ketika masuk pada emosi klien). Kemandirian (memberikan ruang untuk berkembang dan bertumbuh ketika klien menghadapi permasalahan) segala pengambilan keputusan tetap berada di tangan klien, konselor hanya bertugas mendampingi, menemukan solusi bersama dan sebagai fasilitator.

Hal yang paling penting untuk menjadi peer counselor adalah belajar untuk berempati terhadap klien baik secara verbal ataupun non verbal, mendengarkan secara aktif ketika klien bercerita dan aware dengan permasalahan yang tengah dihadapi klien.

Silakan Pilih CS

Pengaduan P2TPAKK
Telekonseling Tesaga
Layanan SAPA 129
Tutup
Ada yang bisa kami bantu?