17 Juli 2023 - BY Admin

Dapat Menciptakan Karakter dan Kemandiruan Anak : Kembali Kenalkan Anak Permainan Tradisional

Yogyakarta, DP3AP2 DIY (17/07/2023) – Seiring perkembangan teknologi masif saat ini, permainan tradisional mulai dilupakan oleh kalangan anak-anak di era sekarang. Hal ini menjadikan anak lebih banyak melihat gadget.

Komisi D DPRD DIY mendorong permainan tradisional perlu digalakkan kembali, sebagai upaya untuk menciptakan karakter dan kemandirian pada anak di era sekarang.

Sekretaris merangkap Anggota Komisi D DPRD DIY Imam Taufik mengatakan, dengan banyaknya anak melihat gadget menjadikan mereka tidak mengenal namanya permainan tradisional di lingkungan masing-masing. Ini diperlukan upaya untuk mengembalikan anak mengenal kembali permainan tradisional.

”Saya kira ini bukan persoalaan tapi sesuatu yang harus dipahami bersama. Tentu mengembalikan anak agar mereka punya kesenangan dengan permainan tradisional,” katanya kepada Radar Jogja kemarin (16/7).

Imam menjelaskan langkah awal adalah dari aspek pemerintah yaitu dari sisi regulasi. Bagaimana pemerintah DIY, kabupaten dan kota membuat regulasi sederhana untuk menggerakkan secara masif ke arah pengenalan kembali permainan tradisional. Bisa berupa surat edaran atau semacamnya untuk mengkondisikan aparatur di bawah yakni tingkat kelurahan hingga RT agar mereka mulai mengenalkan dulu permainan tradisional.

Karena disituasi sekarang ini masih dimungkinkan menjadi daya tarik anak untuk mereka menyukai permainan tersebut. Langkah ini bisa diawali dari semacam studi atau survey berkaitan dengan jenis permaianan tradisional apa yang paling disukai anak-anak sekarang.

”Ini dari aspek regulasi, itu memungkinkan. Setidaknya surat edaran atau yang lebih agak tinggi peraturan bupati atau peraturan gubernur untuk mengarahkan kesana,” ujarnya.

Kedua yaitu membuat dusun percontohan permainan tradisional hingga menjadi sebuah ciri khas dari dusun tersebut. Bahwa permainan tradisional masih ada dan hidup di dusun tertentu. Sehingga upaya ini bisa menjadi inspirasi bagi padukuhan atau kalurahan dan daerah lain untuk mengadopsi.

”Saya kira nilai positif sangat banyak dengan permainan tradisional itu, dari keaktifan untuk bergerak sampai kemudian nilai-nilai yang diambil dari sebuah permainan kayak gobak sodor dan lain-lain. Dan ini saya kira belum terlambat,” jelasnya.

Kenapa hal itu perlu? Ini dapat berdampak positif banyak bagi anak-anak khususnya menumbuhkembangan karakter pada anak serta kemandiriannya. Pun dari aspek mereka menggunakan waktu luangnya untuk bisa bergaul, bersosialisasi, menjauhkan rasa egoisme. ”Kan dipermainan cenderung sifatnya kebersamaan dan membangun solidaritas diantara mereka. Disamping nila-nilai lain yang bisa ditanamkan di permainan itu,” terangnya.

Selain itu, sekolah dinilai juga perlu menggerakkan kembali permainan tradisional. Bisa dimungkinkan masuk dalam mata pelajaran di sekolah untuk mengenalkan permainan tersebut. Pun tahap tertentu bisa diadakan lomba antar sekolah.

”Selama ini kan sifatnya hanya lomba olahraga umum tapi yang sifatnya tradisional perlu dikenalkan di sekolah juga. Bila perlu diadakan lomba antarsekolah,” tambahnya.

Terpisah Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY Erlina Hidayati Sumardi mengatakan, sejauh ini pihaknya melakukan parenting atau pola asuh anak oleh orang tua dengan pendekatan permainan tradisional. Dengan tujuan mendukung stimulasi aspek perkembangan anak yaitu aspek kognitif, emosi, sosial, motorik, bahasa, dan karakternya.

”Yang sudah kami lakukan yang balita kami bekerjasama dengan pusat studi kebudayaan UGM. Itu bahkan dari parenting dalam bentuk buku diwujudkan dalam bentuk permainan-permainan yang menarik,” katanya.

Dengan begitu, anak-anak dan para orang tua bisa memainkannya sembari belajar parenting. Parenting ini diwujudkan dalam bentuk permainan, tembang-tembang dolanan dan sebagainya. Ini untuk menciptakan kekompakan ibu, bapak dan anak dalam satu keluarga. ”Itu suah kami lakukan didalam parenting, pola asuh. Itu ada tahapan-tahapan perkembangan psikologinya,” jelasnya.

Adapun tahun ini, DP3AP2 tengah menggarap program parenting yang sama untuk sasaran remaja awal dari usia di atas balita hingga kelas 6 SD. Dalam masing-masing tahapan usia, jenis permainannya akan berbeda-beda. Termasuk apakah permainan konvensional atau menggunakan IT seperti game.

”Jadi menyusun dulu buku panduannya, panduan itu trus di digitalkan. Media edukasinya kemudian mengikuti, setelah itu melatih agen untuk bisa memainkan alat-alat edukasinya seperti PKK, Karangtaruna dan lain-lain. Karena mereka yang melakukan pelatihan dan edukasinya,” terangnya.

Hal tersebut diyakini bisa bedampak positif pada ketahanan keluarga, relasi di dalam keluarga jadi lebih baik. Seperti cara mengasuh anak, pun bisa sebagai upaya mengurangi angka kekerasan terhadap anak. ”Ya anak-anak itu mengasuhnya harus sesuai dengan perkembangan psikologinya tidak boleh melakukan kekerasan hanya untuk memaksakan kehendaknya orang dewasa,” tambahnya.

Sumber : Radar Jogja

Silakan Pilih CS

Pengaduan P2TPAKK
Telekonseling Tesaga
Layanan SAPA 129
Tutup
Ada yang bisa kami bantu?