Yogyakarta, DP3AP2 DIY (17/12/2021) - PEREMPUAN di Indonesia rentan mengalami kekerasan, baik di ranah personal maupun kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berdasarkan catatan dari Komnas Perempuan. Yayasan Plan Internasional juga melakukan riset yang mendapati hasil bahwa belasan ribu anak perempuan dari 31 negara, termasuk Indonesia, pernah mengalami kekerasan atau pelecehan secara daring.
Fenomena di Indonesai beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perempuan dan anak-anak di Indonesai belum dapat terlindungi secara maksimal. Survey Pengalaman Hidup Perempuan Nasional tahun 2016 menunjukkan bahwa 1 dari 3 perempuan usia 15 – 34 tahun pernah mengalami kekerasan, di mana 1 dari 10 erempuan tersebut menyatakan bahwa kekerasan tersebut dialaminya dalam 12 bulan terakhir. Di daerah perkotaan, angka kekerasan tersebut cenderung lebih tinggi darpada di pedesaan.
Sementara hasil Survey Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2018 menunjukkan sebanyak 1 dari 2 anak laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan emosional, 1 dari 3 anak pernah mengalami kekerasan fisik dan 1 dari 17 anak mengalami kekerasan seksual. Sedangkan untuk anak perempuan yang juga berusia 13-17 tahun, 3 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan emosional, 1 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan fisik, 1 dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. Kondisi ini diperparah dengan sebanyak 76-88 persen anak-anak dan remaja belum mengetahui adanya layanan untuk mengantisipasi kekerasan.
“Data Penanganan Perempuan dan Anak Korban Kkekerasan DIY sejak Januari 2021 hingga Noveber 20201 tercatat sebanyak 783 perempuan menjadi korban kekerasan dan sebanyak 423 anak yang menjadi korban kekerasan. Masih tingginya angka kekerasan di DIY tentu menjaadi keprihatinan kita bersama. Apabila kita menilik sisi budaya DIY yang luhur, tentu tidak akan ditemukan titik pembenaran perilaku kekerasan tersebut,” kata Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak DP3AP2 DIY, Beni Kusambodo, S.H..
Falsafah hamemayu hayuning bawana yang dipegang erat oleh seluruh unsur di DIY mengajarkan untuk menjaga kelestarian semesta. Semesta yang dimaksud bukan hanya pada dimensi fisik namun juga pada dimensi nonfisik maupun kosmologi secara utuh. Jogja sejak awal didirikannya telah diatur sebagai sumbu filosofis dengan landscape yang terus mengingatkan setiap individu yang didalamnya untuk berperilaku luhur baik itu saat berhubungan dengan manusia lain maupun dengan Tuhannya.
Landscape / tata kota Yogyakarta juga diatur sebagai state pengingat bagi setiap individu untuk memaknai setiap proses tahap perkembangan manusia sebagai tugas mulia yang harus dilaksanakan sesuai kapasitasnya untuk mencapai kemuliaan di akhir kehidupan. Hal ini menunjukkan falsafah hidup manusia Jogja untuk melestarikan semesta, bukan hanya diajarkan melalui tekstual namun juga kontekstual bahkan sampai pada nilai kehidupan yang terus diupayakan untuk diberikan sebagai pengingat agar menjadi manusia yang mulia.
Falsafah sangkan paraning dumadi dan rahayuning manungsa dumadi karana kamanungsane harus mampu mengakar kuat di hati setiap individu masyarakat Jogja agar tidak kehilangan jati diri di era milenial ini. Sehingga diperlukan upaya reinternalisasi budaya dalam kehidupan sehari-hari bagi seluruh masyarakat DIY.
Dalam rangka Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, tahun ini PBB mengangkat tema “Orange the World: End Violence against Women Now!”. Tema tersebut dipilih mengingat kekerasan terhadap perempuan yang meningkat di tengah pandemi Covid-19. Warna orange melambangkan masa depan yang lebih penuh harapan untuk masyarakat yang bebas dari kekerasan bagi perempuan maupun anak.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan tahun ini akan diisi dengan 16 hari kampanye anti kekerasan terhadap perempuan (16 days of activism). Kegiatan ini akan dimulai pada 25 November dan berakhir pada 10 Desember 2021, bertepatan dengan Hari Hak Asasi Manusia Internasioanal.
Rangkaian kegiatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak dilakukan dalam rentang 16 hari karena sepanjang 16 hari tersebut juga terdapat peringatan-peringatan yang erat kaitannya dengan perempuan. (*)