17 Januari 2023 - BY Admin

Langkah Besar Menjelang Pemilu 2024

Yogyakarta, DP3AP2 DIY (17/01/2023) - Salah satu tantangan terbesar DIY hingga saat ini adalah angka IDG (Indeks Pemberdayaan Gender) yaitu 76,57% yang masih berada di bawah angka rata-rata nasional. Rendahnya angka IDG DIY dapat diidentifikasi dengan melihat 3 variabel pembentuknya, yaitu : angka partisipasi perempuan di parlemen, perempuan sebagai tenaga profesional dan sumbangan pendapatan perempuan. Diantara ketiga variabel tersebut, angka partisipasi perempuan di parlemen lah yang menyumbang paling besar atas rendahnya angka IDG DIY.

Oleh karenanya, mengawali tahun 2023 ini DP3AP2 DIY mempersiapkan amunisi untuk mengeksekusi affirmative action 30% keterwakilan perempuan di parlemen. Bagaimanapun ini sangat penting karena baik kegagalan maupun keberhasilan yang didapat pada Pemilu 2024 nanti akan dinikmati selama 5 tahun selanjutnya. Untuk itu DP3AP2 DIY merapatkan barisan dengan para stakeholder terkait untuk melakukan pemetaan masalah dan merumuskan strategi bersama. Sebagai langkah awal persiapan amunisi, DP3AP2 DIY mengundang Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY, Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) DIY, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) DIY, Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) DIY serta berbagai LSM yang concern terhadap isu gender dan politik, seperti ; Institute for Research and Empowerment (IRE), NARASITA dan Caksana Institute. Berbagai stakeholder ini dihadirkan dalam forum rapat koordinasi untuk bersinergi pada hari Jumat, 13 Januari 2022 kantor DP3AP2 DIY.

Pada kesempatan ini Kepala Dinas P3AP2 DIY, Erlina Hidayati Sumardi, S.IP,. MM menyampaikan bahwa positioning nomor urut caleg perempuan sangat penting sehingga harus diperhatikan maka dirasa perlu melakukan advokasi kepada partai politik, khususnya yang masih resisten terhadap hal ini. Selain itu caleg perempuan juga harus memiliki kapasitas yang layak dipilih, tidak terkecuali penguasaan soal isu gender. Perlu juga melakukan pemahaman kepada masyarakat mengapa perlu memilih perempuan sebagai wakilnya di parlemen.

Siti Ghoniyatun, S.H sebagai Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY menyampaikan mengenai sistem pemilu dimana saat ini belum ditentukan apakah akan memakai sistem terbuka atau tertutup. Hal ini penting diperhatikan berkenaan dengan pemilihan pendekatan yang akan dilakukan. Pada Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pasal 264 ayat (2) sudah dijelaskan bahwa di dalam daftar bakal calon setiap 3 (tiga) orang bakal calon terdapat paling sedikit 1 (satu) orang perempuan bakal calon. Namun selain itu ada hal yang tidak kalah penting untuk diperhatikan, yaitu persiapan caleg dari awal berkenaan dengan pemilihan Dapil dan komisi yang ditempati saat terpilih nantinya.

Dari sisi pemerintah, Badan Kesbangpol DIY juga sudah mempersiapkan program-program terkait dengan 3 sasaran berbeda : forum komunikasi partai politik sebagai upaya advokasi kepada parpol, sarasehan perempuan dan pendidikan politik dengan konten peningkatan kapasitas perempuan, pemetaan dapil, public speaking  bagi bakal calon legislatif hingga bagi calon pemilih seperti perempuan pelaku UMKM, buruh gendong, maupun penjual kaki lima.

Di sisi lain ada hal menarik yang dikemukakan oleh Ketua Bawaslu DIY Ibu Sutrisnawati, bahwa permasalahan yang kadang tidak disadari justru berada didalam internal perempuan itu sendiri. Queen-bee syndrome kadang menjadi batu ganjalan di dalam internal perempuan sehingga perlu didorong untuk menciptakan sistem sisterhood terlebih dahulu.  Peran perempuan sangat diperlukan pada fungsi pengawasan sekaligus pemantau pemilu dengan melibatkan organisasi-organisasi wanita yang mampu mengakomodasi posisi perempuan. 

Permasalahan perempuan dalam kontestasi pemilu sendiri sangat kompleks seperti yang disampaikan Ibu Novi dari KPPI DIY, diantaranya maskulinitas parpol, money politic, kapasitas ekonomi dan sosial caleg perempuan, komunikasi politik dan srategi caleg perempuan kepada masyarakat, situasi masyarakat yang pragmatis hingga kepemilikan aset pada laki-laki.  Dari permasalahan tersebut perlu adanya strategi dari caleg perempuan serta dukungan dari berbagai stakeholder yang bersinergi.

Di samping itu perlu juga memperhatikan sistem, strategi, dan tata kelola kelembagaan pemilu yang harus responsif gender dimana parpol sendiri juga perlu meningkatkan sensitifitas pada caleg yang bermasalah terkait isu-isu gender. Maka kesemuanya ini memerlukan sinergi stakeholder dengan menetapkan berbagai target sasaran yang tepat, mulai dari sisi parpol, calon legislatif serta membangun kesadaran masyarakat menjadi pemilih cerdas, terutama bagi kelompok masyarakat marjinal-rentan yang memiliki akses terbatas. Peran dan sinergi antar stakeholder segera dilakukan untuk bekerja intensif pada sektor dan konten tersebut untuk menciptakan sistem pemilu yang efektif dari segi proses maupun hasil.

Silakan Pilih CS

Pengaduan P2TPAKK
Telekonseling Tesaga
Layanan SAPA 129
Tutup
Ada yang bisa kami bantu?