Yogyakarta, DP3AP2 DIY (09/11/2021) - Seiring waktu, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terus mengebut pembangunan di segala bidang. Tapi, pembangunan yang dilakukan tersebut ternyata belum sepenuhnya adil terhadap gender.
Dari segala pembangunan yang dilakukan, kemanfaatan yang diterima kaum laki-laki masih lebih besar dibanding perempuan. Dalam beberapa hal masih ada defiasi ketimpangan antara manfaat bagi laki-laki dan perempuan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
"Berdasarkan sejumlah indikator, kesenjangan hasil pembangunan terhadap laki-laki dan perempuan masih cukup jauh, seperti hanya masih adanya kesenjangan yang cukup jauh dalam hal pendidikan antara laki-laki dan perempuan" kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, Erlina Hidayati Sumardi, Senin (8/11).
Belum lagi sambung Erlina, jika melihat berbagai masalah di masyarakat angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih tinggi. Masih ada lagi seputar perempuan dan anak terlantar, HIV AIDS, eks Lapas, korban trafficking pornografi hingga pekerja anak yang masih ada.
Semua permasalahan itu semua sebenarnya berasal atau berawal dari keluarga. Banyak permasalahan yang berawal dari Keluarga. Ketika tidak ada ketahanan, maka akan memunculkan konflik. Jika sudah terjadi, bukan tidak mungkin berefek pada mereka di masyarakat. Sehingga tidak dipungkiri jika dikemudian ada kejahatan klitih, pekerja anak upah rendah, perkawinan anak yang menghasilkan anak dan masalah stunting atau tumbuh kembang, narkoba hingga pornografi," urai Erlina.
Untuk itulah pihaknya siap ikut serta dalam mendampingi keluarga agar berketahanan. Dukungan tersebut juga diharapkan bisa datang dari keluarga, RT/RW desa kecamatan, kabupaten/kota hingga provinsi. "Datanya sudah ada. Kami tinggal tindaklanjuti" ucapnya.
Sebab itu Erlina menginisasi Desa Prima tidak hanya terfokus pada ekonomi produktif semata. Tapi lebih berkembang pada desa yang ramah perempuan, layak anak dan keluarga berkualitas. Ketahanan keluarga ini pada nantinya dapat menjamin perindungan perempuan dan anak, pencegahan perkawinan anak dan lainnya.
"Sebab itulah ketika pembangunan tidak dapat maksimal diakses perempuan, partisipasi mereka untuk turut melakukan kontrol juga tidak bisa dilakukan dengan baik. Ketika membuat kebijakan belum memperhatikan netral gender sehingga perempuan belum dapat mengambil manfaat di banyak sektor," urainya.
Meski demikian, Erlina sangat menyayangkan tidak sedikit masyarakat yang masih enggan mengakses layanan pendampingan masalah keluarga ketika muncul masalah. Ada keengganan melapor kerena dipandang aib dalam keluarga. Selain itu juga masih ada pikiran tidak yakin pelayanan yang dilakukan mampu memberikan solusi.
"Sebab itu pemerintah ingin hadir untuk memberikan kepercayaan. Program Keluarga Prima ingin hadir dalam keluarga untuk mengatasi permasalahan," sambungnya.
Untuk itulah supaya bisa makin dijangkau, ke depan pihaknya menjalin kerja sama dengan Kementrian PPPA, Kementrian Desa dan PDT, UGM serta beberapa kampus lain di DIY untuk melakukan pendampingan dan konseling.
"Kami juga membuat platform digital Keluarga Prima. Harapannya lebih mendekat dan diakses masyarakat bagi mereka yang punya masalah mau bicara. Karena semua masalah dapat diselesaikan jika mau bicara," sambungnya.
Pasalnya Erlina menegaskan akan lebih baik mencegah sebelum konflik dalam keluarga terjadi. Prioritasnya membangun keluarga supaya berketahanan, baik religius, fisik, ekonomi, sosial hingga pendidikan. Dengan pencegahan sejak dini permasalahan harapannya di masyarakat menjadi jauh menurun. Persoalan dapat terdeteksi sedini mungkin untuk dicegah sehingga tidak terjadi masalah.
Jikapun ada masalah akan didampingi sehingga dapat menemukan jalan keluar yang baik. Sebab itu butuh kolaborasi lintas sektor guna mendapatkan solusi permasalahan," ungkapnya.
sumber : Kedaulatan Rakyat