13 April 2022 - BY Admin

Mendorong Kampus Ramah Perempuan melalui Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus

Yogyakarta, DP3AP2 DIY (13/04/2022) - Kekerasan terhadap perempuan seperti tidak pernah lekang oleh waktu. Pada setiap tahunnya, selalu ada berita ataupun kasus yang ditangani terkait dengan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Adanya kekerasan terhadap perempuan dapat terjadi karena ketidakadilan gender dan penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) akibat adanya relasi kuasa yang tidak seimbang dari konstruksi gender yang tidak setara. Kekerasan ini terjadi karena adanya ketimpangan antara laki-laki dan perempuan, yang kemudian menempatkan perempuan menjadi rentan terhadap kekerasan.

Lingkungan institusi pendidikan, salah satunya adalah lingkungan kampus, yang menjadi tempat yang rentan terjadinya kekerasan. Berbagai bentuk kekerasan dapat terjadi seperti fisik, psikis, namun yang sedang marak terjadi di lingkungan kampus adalah kekerasan seksual. Tentunya hal ini menjadi keprihatinan bersama dari beberapa pihak. Apabila menilik kasus di DIY, dilansir dari website siga.jogjaprov.go.id bahwa jumlah kasus kekerasan seksual yang tercatat pada tahun 2021 sejumlah 309 kasus. Hal tersebut dinilai menunjukkan bahwa kasus kekerasan seksual di DIY cukup tinggi.

Adanya berbagai kampus yang terletak di DIY, dapat menjadikan kerentanan tersendiri bagi para mahasiswa untuk dapat mengalami kekerasan salah satunya yaitu kekerasan seksual. Berangkat dari kerentanan tersebut, mendorong Seksi Perlindungan Perempuan Dinas P3AP2 DIY untuk melakukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan utamanya dilingkungan institusi pendidikan dengan tema “Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus”. Sosialisasi ini dilakukan pada 14-15 Maret 2022 dengan mengundang perwakilan BEM dari berbagai universitas dan institusi pendidikan tinggi di DIY.

Menghadirkan dua narasumber yang membahas pencegahan kekerasan seksual dari dua sudut pandang yang berbeda. Devi Riana Sari, M.Psi., Psikolog., membahas mengenai pencegahan kekerasan seksual dari sudut pandang psikologi. Beliau mengungkapkan bahwa ruang-ruang publik di masyarakat masih kurang aman utamanya bagi perempuan dan anak, sehingga membuat kerentanan untuk terjadi kekerasan seksual. Dijelaskan oleh Ibu Devi bahwa terkadang korban kekerasan seksual mengalami kondisi yang disebut Tonic Immobility, atau kondisi ketika korban seperti ‘membeku’ atau mengalami kelumpuhan sementara dan tidak dapat dapat melakukan perlawanan. Hal tersebutlah yang sering menimbulkan persepsi berbeda di masyarakat. Mahasiswa diajak untuk mengenal kekerasan seksual hingga mengenal berbagai jenisnya. Kekerasan seksual dalam bentuk apapun dapat menimbulkan dampak bagi korbannya, salah satunya adalah dampak psikologis seperti gangguan kecemasan, gangguan stress akut, PTSD, depresi hingga stigmatization atau adanya stigma.

Selain dari sudut pandang psikologi, mahasiswa diajak untuk mengenal pencegahan kekerasan seksual yang dilihat dari sudut pandang hukum. Arnita Ernauli Marbun, S.H., M.H., sebagai narasumber, mengawali dengan mengajak mahasiswa mengenal sudut-sudut kampus yang dapat menjadi tempat rawan terjadinya kekerasan seksual. Mahasiswa juga diajak untuk memahami aturan-aturan terkaitan dengan perlindungan dari kekerasan yang oberlaku di Indonesia. Ibu Arnita menekankan bahwa siapa saja dapat memungkinkan menjadi pelaku kekerasan seksual di lingkungan kampus dan mahasiswa perlu menyadari serta mewaspadai hal tersebut. Mahasiswa juga didorong untuk lebih mengenal kampusnya dan dapat menginisiasi untuk ruang aman bagi korban kekerasan di lingkungan kampus.

Dinas P3AP2 DIY, dalam sosialisasi ini menekankan bahwa korban kekerasan seksual dapat ditangani melalui fasilitas yang telah disediakan oleh institusi pemerintah untuk penanganan korban kekerasan. Setiap kabupaten/kota di DIY memiliki UPT PPA/P2TP2A yang dapat diakses untuk korban kekerasan, sehingga korban kekerasan dapat tertangani dengan baik. Adanya sosialisasi ini juga merupakan bentuk advokasi kepada masyarakat utamanya pada mahasiswa di lingkungan kampus agar dapat menciptakan lingkungan yang ramah perempuan.

Perwakilan mahasiswa, utamanya dari BEM di berbagai universitas di DIY dianggap sebagai tonggak perubahan dalam lingkungan kampus itu sendiri. Melalui sosialisasi ini diharapakan dapat meningkatkan pemahaman dan kewaspadaan mahasiswa akan kekerasan utamanya kekerasan seksual dilingkungan kampus. Mahasiswa diharapkan dapat menumbuhkan ruang diskusi, menyebarkan informasi yang diperoleh dan menjadi agen perubahan di lingkungannya. Mahasiswa juga kepedapanya dapat mendorong lingkungan kampusnya menjadi ruang publik yang aman dan ramah terhadap perempuan.

 

Silakan Pilih CS

Pengaduan P2TPAKK
Telekonseling Tesaga
Layanan SAPA 129
Tutup
Ada yang bisa kami bantu?